Rabu, 10 Desember 2014

Artikel-Ku untuk Mu : Dibalik Hujan Ada Pelangi

DIBALIK HUJAN ADA PELANGI
by : Sepling Paling
Didedikasikan untuk : Siswa/Siswiku yang terkasih angkatan 2011 SMATRA


Hmmmm…….semuanya berawal ketika saya menerima telepon dari pengurus Yayasan Bumi Maitri Tanjungpinang. Tawaran itu membuatku “very Excited”. Sebenarnya, ini bukanlah kali pertama saya mengawali karir di dunia pendidikan sebagai tenaga pendidik.
Awal semester telah dimulai, proses kenalanpun tak terhindarkan. Akhirnya saya didaulat untuk memproklamirkan diri di depan teman-teman yang begitu asing dengan berbagai karakter, bahasa, dan budaya yang tentunya berbeda. Namun dari keberagaman itulah saya menyadari bahwa segala yang kita awali, khususnya di tempat yang masih baru pasti membutuhkan proses atau adaptasi untuk mengenal satu dengan yang lainnya dan sangat mensyukuri indahnya keberagaman itu.  
Saat itu saya di tugaskan untuk mengajar di kelas VII dan VIII. Bel masukpun berbunyi, lucunya saya memperkenalkan diri sendiri di depan kelas tanpa didampingi siapapun. Mata para siswa seperti bertanya-tanya seakan-akan ingin mengatakan “Siapa sih orang ini?”.
Sejenak kelas menjadi hening, tiba-tiba .. . ada suara yang menghentak! oh….ternyata itu suara saya yang berusaha untuk memecahkan keheningan. Seiring berjalannya waktu, kelaspun semakin kondusif dengan tawa, canda, dan gurauan yang sekali-kali dan menggaung di telinga dan memecahkan kekakuan di antara kami.
Seiring berjalannya waktu, berbagai pengalaman saat mengajar bahkan pada saat-saat santai di kantin sekolah ataupun di koridor kelas ketika sedang berpapasan dengan siswa. Dengan pengalaman yang segudang itu, saya boleh berbangga, karena pengalaman-pengalaman tersebut merupakan pengalaman yang sangat berharga. Dapat mengajar di tempat yang begitu unik bagi saya merupakan pengalaman yang begitu berharga. Apalagi ketika saya mulai memasuki kelas satu per satu, saya merasa banyak karakter siswa yang harus saya pelajari. Keberagaman karakter di setiap kelas membuat saya semakin tertantang untuk tetap tinggal dan lebih mengenal mereka.
Enam bulan berlalu saya mengajar di tingkat SMP, namun sejuta kesan yang saya dapatkan. Entah itu dari keluh kesah tentang perlakuan orang tua mereka, tentang pengajar yang lain, tentang mereka yang baru mulai mengenal cinta, dan masih banyak lagi masalah-masalah yang lainnya yang seakan-akan menarik kita untuk tetap tinggal bercerita dan mendengarkan mereka bak anak kecil yang meminta sesuatu ke orang tuanya.
Sebenarnya pekerjaan mendidik merupakan pekerjaan yang luar biasa dan sangat diberkati. Bagaimana tidak? semua perkataan, tingkah laku kita akan diperhatikan oleh anak didik kita. Seorang pendidik yang benar-benar memiliki karakter pendidik sebaiknya memperhatikan setiap titik dari anak didik terutama hati mereka. Ketika kita bisa mendengarkan mereka dan menyentuh hati mereka maka secara otomatis mereka akan mendengarkan setiap kata yang kita ucapkan. Nah, itu sebagian kecil pelajaran yang saya dapatkan ketika mengajar mereka.

Baik, mari saya lanjutkan lagi cerita pengalaman saya…………..

“waoow!” hanya kata itu yang bisa terucap dari bibirku, karena tak terasa tahun pelajaran baru dimulai lagi. Nah kali ini saya dipindahtugaskan ke divisi yang lain. Ada cletukan anak muda sekarang mengatakan seperti ini “Masalah buat loe?” Hm…….kalau menurut saya sih, “not problem” alias “gak masalah banget” kata anak gaul sekarang, heheheee……
Saya merasa sangat bersyukur ditugaskan di divisi yang lain karena pengalaman yang saya dapatkan tidak kalah berharganya dibanding dengan divisi yang sebelumnya. Disini saya bisa lebih menganal karakter mereka yang begitu beragam. Ada yang cerdas secara verbal tetapi di saat kegiatan olah raga seperti bertemu dengan sesuatu yang begitu berat. Sebaliknya ada yang sangat menyukai olah raga, tetapi saat harus presentasi serasa semua kosa kata yang dimiliki hilang dan susah berbicara. Ada juga yang cerdas secara visual sehingga ketika bertemu dengan guru yang mengajar dengan teknik menjelaskan bak mendengarkan radio rusak yang tidak jelas. Ada anak yang hanya tertarik pada angka sehingga saat berhadapan dengan pengetahuan sosial membuat kening berkerut dan menggaruk-garuk kepala. Ada anak yang selalu ingin explorasi seharian dan tidak betah di ruang kelas karena ia termasuk anak berkebutuhan khusus (hiperaktif). Ada juga yang bermasalah dengan kalimat-kalimat yang kurang sempurna diucapkan karena kemampuan berbahasa Indonesia yang kurang. Terakhir, ada siswa yang bermasalah dengan cara berbicara yang begitu kasar dan tidak sopan.
Dengan kondisi keberagaman tersebut, seorang guru tanpa latar belakang pendidikan psikologi pasti akan mendapatkan ilmu yang sangat berharga. Apalagi ditempatkan di sekolah yang sangat kental dengan budaya Tionghoa dengan bawaan karakter masing-masing dan juga pada umumnya mereka yang belajar di sekolah ini berlatar belakang sosial yang berbeda-beda. Ada yang tingkat kemampuan finansial tinggi tetapi ketika bersosialisasi dengan teman sekolahnya kurang mendapat respon yang baik karena sangat menggampangkan dan meremehkan. Sebaliknya ada yang dari keluarga yang biasa-biasa saja bahkan kurang mampu tetapi dalam pergaulan dengan teman-temanya sangat disenangi. Ada juga yang latar pendidikan orang tua yang tidak pernah mengenal yang namanya sekolah. Namun ada juga yang orang tuanya sarjana.
Dengan demikian, dibutuhkan sebuah sistem pendidikan yang inovatif, kreatif, dan sumber daya pengajar yang berani berbeda dan open minded dengan segala informasi. Apalagi sekarang sistem pendidikan semakin di sempurnakan sejalan dengan perkembangan anak didik. Dari berbagai kajian ditetapkan bahwa pendidikan yang sangat cocok untuk saat ini adalah pendidikan karakter. Why? Yahhhh......karena seperti yang kita lihat saat ini tidak jarang anak didik kita terlibat dalam tawuran, penyalahgunaan NAPZA, seks bebas, dan berbuat sesuka hati di sekolah (kalau orang jawa bilang sih, “Sak kareppe dewe”).
Karakter itu sendiri adalah penerapan nilai-nilai yang melandasi prilaku manusia berdasarkan norma agama, kebudayaan, hukum/konstitusi, adat istiadat dan estetika. Jadi, Pendidikan berkarakter adalah suatu sistem penanaman nilai-nilai perilaku (karakter) kepada warga sekolah yang meliputi pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai baik, yaitu  terhadap Tuhan Yang Maha Esa (YME), diri sendiri, sesama, lingkungan, maupun kebangsaan sehingga menjadi manusia insan kamil. Hal ini sejalan dengan visi dan misi sekolah Maitreyawira untuk mejadikan manusia yang sejati, bajik, dan indah.

Yuk kita lanjutkan lagi..........,
Pengajar yang sangat beruntung ini, secara tidak langsung memperoleh pelajaran yang begitu berharga khususnya dalam hal mengenal berbagai karakter anak didik yang hanya bisa didapatkan dari perkuliahan Psikologi Pendidikan. Dengan mengajar di sekolah yang penuh dengan keberagaman ini, seakan-akan saya kuliah di jurusan Psikologi dan Kesehatan.
Pernah suatu masa ketika saya sedang mengajar ada seorang anak yang begitu polosnya tapi juara kelas bertanya demikian “Laoshi (sebutan untuk seorang guru dalam bahasa Mandarin), Bagaimana ya caranya bayi yang begitu besar bisa keluar dari organ reproduksi ibu kita?” Sontak kelas menjadi ramai dengan cekikikan dan tawa yang tertahan. Saya pun mengerutkan kening dan berkata “Waooow” pertanyaan yang begitu polos dan luar biasa. Namun sebagai seorang pendidik sebaiknya memberikan penjelasan yang logis dan masuk akal. Sebagai guru biologi, pertanyaan ini tidak begitu sulit untuk dijawab.
Beda halnya dengan siswa yang lainnya. Sebut saja dia “S” yang begitu cerewet, aktif, selalu ingin tampil beda, dan kerjanya cuma mengkritik guru dan teman-temannya. Namun memiliki sifat sosial yang tinggi terhadap teman-temannya dan guru-gurunya. Karena kelincahan dan inisiatif yang tinggi tak jarang membuat guru-guru dan teman-temannya bangga dan senang. Selain itu dia juga kreatif dan idealis. Satu hal yang sangat tertanam di otak saya, yaitu si “S” merupakan calon-calon profokator yang handal.
Lain padang lain belalang” itulah pepatah tua katanya. Lain siswa lain pula kelakukannya. Ada si “JK” dalam setiap pelajaran pasti ada-ada saja gerak gerik dia yang lucu dan menggemaskan. Tak jarang pula, melontarkan celetukan-celetukan yang tidak senonoh sehingga membuat guru yang mengajar saat itu menjadi jengkel bercampur rasa ingin tertawa dengan sikapnya itu. Mau marah tetapi lucu, mau tertawapun tetapi menjengkelkan. Huuuhh....sungguh luar biasa !
Nah yang satu ini sangat berbeda. Kita beri sebutan saja si “Waoow” karena begitu bedanya dengan yang lain, heheheheee........
Sebenarnya dia cerdas dalam segala hal kecuali dalam hal hitung-hitungan. Setiap kali saya mengajar pasti seabrek pertanyaan sudah disiapkan. Selain itu, otaknya penuh dengan pengetahuan-pengetahuan dunia luar (alias perkembangan IPTEK luar negeri). Sempat saya berfikir “Hm....anak ini bak jendela dunia”  jadi, saya tidak usah repot-repot untuk browsing di Mbah Google. Dia periang namun sangat bermasalah dengan kata-kata yang diungkapkan ketika berbicara dengan orang lain. Selain itu, sikapnya ketika dalam kelas sangat menjengkelkan guru-gurunya. Tak jarang ketika guru sudah keluar dari kelas mengeluhkan sikap dia. Saya merasa ada yang beda dengan perkembangan anak ini. Akhirnya saya berusaha untuk mendekati secara personal dan tidak membutuhkan waktu yang begitu lama untuk mengenal dan mengorek data seputaran kehidupannya dan keluarganya. Memang sangat tidak disangka-sangka banyak hal yang ia lalui dengan penuh perjuangan. Berusaha untuk menyembunyikan kesedihannya dengan bersikap seperti anak yang periang dan selalu membuat orang lain tertawa. Namun dibalik semuanya itu tersimpan kesedihan yang mendalam yang begitu sakit untuk diceritakan. Satu kebanggan tersendiri yang saya rasakan bahwa si “Waoow” ini bisa bertahan sampai sekarang dengan kondisi yang baik-baik saja tanpa terpengaruh dengan pergaulan-pergaulan yang tidak baik.
Pernah suatu sore ketika kami sedang makan bersama, tiba-tiba dia terdiam dan sesaat kemudian dia menunjuk ke arah seberang meja dan berkata “Laoshi, lihat mereka begitu bahagianya bisa makan bersama dengan orang tuanya, sedangkan AKU..... ? aku hanya bisa melakukan semuanya dengan sendirian”. Ayah sudah meninggal beberapa tahun yang lalu sedangkan Mama saya tinggal dengan keluarga yang baru di negeri seberang yang jauh di sana, katanya dengan nada yang sangat pelan dan terbata-bata. Saat itulah saya mulai memahami, mengapa dia bersikap demikian terhadap guru-gurunya bahkan terhadap teman-temannya.
Finally, saya merasa banyak hal yang harus saya lakukan untuk memperbaiki dan membina anak-anak yang begitu beragam dengan permasalahan mereka masing-masing. Karena saya merasa kitalah yang bertanggungjawab dan harus melakukan semuanya ini “Kalau bukan kita siapa lagi?”. Dengan menghela nafas yang panjang, saya terdiam sejenak dan memikirkan semuanya ini. Banyak hal yang harus dibenahi untuk mewujudkan pendidikan nasional yang dicanangkan oleh pemerintah. Seperti yang tertuang dalam UU Sistem Pendidikan nasional No 20 tahun 2003 pasal 3 yang menyebutkan bahwa Pendidikan nasional berfungsi: “Mengembangkan kemampuan dan membentuk karakter serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa”. Sebenarnya untuk mewujudkan semuanya ini sangatlah mudah, hanya dibutuhkan kemauan, kerja keras dan kerjasama dari berbagai pihak untuk mencapai tujuan pendidikan nasional.
Seorang pendidik yang mendidik sebaiknya dapat mengerti dan memahami setiap permasalahan yang dihadapi oleh anak didik, bukan hanya dalam akademis namun juga dalam hal afektif (sikap/karakter) mereka. Banyak pendidik yang terpanggil untuk mendidik namun hanya sebagian kecil saja yang terpilih. Mendidik bukanlah pekerjaan yang hanya dijadikan sebagai ladang untuk mencari uang, tetapi juga merupakan ladang untuk menabur benih-benih kebaikan, suka cita, dan pembentukan karakter sehingga kita dapat menuai hasil yang baik sesuai dengan yang kita inginkan. Seperti ada kalimat yang selalu menjangkiti pikiran saya “Apa yang kita tabur, maka itulah yang akan kita tuai”. Dengan demikian, sebagai pendidik sebaiknya menyadari akan tugas dan tanggungjawab kita sebagai pendidik yang sebenarnya, bukan hanya karena keterpaksaan menjadi pendidik, namun karena kerinduan kita dan kepedulian kita akan dunia pendidikan bagi anak didik sebagai generasi penerus tongkat estafet pemerintahan bangsa Indonesia.
Pekerjaan mendidik merupakan pekerjaan yang mulia dan luar biasa. Jangan pernah menganggap mengajar sebagai suatu beban tetapi anggaplah mengajar itu suatu berkat dan panggilan jiwa. Jika ada kemauan pasti ada jalan untuk mengatasi semua itu. “Ketuklah pintu maka akan dibukakan bagimu” kata orang bijak. Ketika kita mau menerima keberagaman itu dan menjadikannya suatu kelebihan dan keunggulan, maka saya yakin dan percaya tidak akan ada lagi pertikaian, tawuran, kejengkelan, kedongkolan, dan lain sebagainya. Di balik semua permasalahan yang kita hadapi ada buah-buah kebaikan yang akan kita tuai, mungkin bukan pada saat ini, tapi di masa yang akan datang karena menjadi yang terbaik butuh proses yang panjang dan jadi yang terindah juga butuh penempaan.
Untuk mencapai semuanya ini dibutuhkan keikhlasan, kesabaran, kasih, dan pengorbanan dalam berbagai hal. Yakinlah bahwa “Dibalik Hujan Ada Pelangi”. Seperti seorang bijak pernah berkata “Perbuatlah segalanya dengan KASIH, karena kasih itu universal, lemah lembut, murah hati, memaafkan, dan panjang sabar.” Jangan pernah takut dikecewakan karena “Kecewa itu biasa tapi tetap memberkati meski dikecewakan itu luar biasa”. “Memaafkan itu biasa tapi memaafkan meskipun disakiti berkali-kali itu luar biasa”. Memberi itu biasa tapi memberi dengan penuh pengorbanan itu luar biasa. Bersyukur itu biasa tapi tetap bersyukur ketika tidak punya apa-apa itu luar biasa”. Ketika anda terjatuh, bangkitlah, tidak masalah berapa kali anda terjatuh yang terpenting adalah berapa kali anda bangkit setelah anda terjatuh”.
Banyak orang yang ingin seperti lilin, menjadi terang dalam kehidupannya, tapi enggan untuk dibakar. Banyak orang ingin hidupnya berbuah, agar menjadi berkat, tapi ogah untuk dipangkas ranting-rantingnya dan banyak yang hanya sebatas ingin, ingin dan ingin tanpa ada kerendahan hati.  Dibakar, dipangkas memang sakit, tapi justru sakit itulah sebenarnya yang benar-benar dapat membentuk karakter anak didik kita.
Nah......,itulah sejuta kisah pengalaman yang saya dapatkan selama mengajar walaupun saya masih terbilang baru di divisi ini. Dengan pengalaman tersebut, saya belajar satu hal; ketika pendidikan didukung sikap saling berbagi dan terbuka maka, apa yang menjadi tujuan mulia pendidikan akan lebih terbuka jalannya. Tidak peduli di negara mana kita sekolah, terutama bagi peletakan batu pertama pendidikan di tingkat sekolah dasar. Anak-anak bagaikan kertas putih, kita adalah pemegang tinta yang harus selalu menorehkan kebaikan untuk masa depan mereka yang cemerlang. Mari, kita bentuk anak didik kita menjadi insan kamil yang memiliki “Bright Heart, Bright Mind, Bright Future.   




Seorang bijak pernah berkata :
Mereka yang dapat memberi tanpa mengingat, dan menerima tanpa melupakan akan diberkati.
Dalam kehidupan ini kita tidak dapat selalu melakukan hal yang besar. Tetapi kita dapat melakukan banyak hal kecil dengan cinta yang besar.

Kadang kasih itu membiarkan, tapi sesungguhnya peduli
Seakan sembunyi, tapi sesungguhnya selalu mengawasi
Seakan menjauh, tapi sesungguhnya dekat
Seakan tidak memperhatikan, tapi sesungguhnya penuh perhatian

Terkadang Tuhan menyembunyikan matahari dan memunculkan petir dan hujan,
karena Dia ingin menerbitkan pelangi
Terkadang Tuhan tidak menjawab doa-doa yang baik menurut kita,
karena Tuhan telah sediakan yang jauh lebih baik dari yang kita doakan

Tuhan izinkan kesulitan agar kita belajar jadi kuat.
Tuhan ijinkan kesulitan agar kita menjadi bijak.
Tuhan ijinkan rintangan agar kita menjadi berani.
Tuhan hadirkan orang-orang dalam kesulitan
untuk kita bantu agar kita belajar mengasihi.



“SELAMAT BERKARYA DALAM MEMBENTUK INSAN-INSAN YANG BERKARAKTER DAN TERBERKATI”